Sabtu, 29 Maret 2014

Bapak Angklung Dunia





PRICE LIST
A.    Bapak Angklung "Daeng Sutigna"
Daeng Soetigna
Mendengar nama Angklung yang terlintas dipikiran kita mungkin adalah alat musik tradisional sunda yang tebuat dari bambu dan dimainkan dengan cara digoyang atau Saung Angklung Udjo,tak salah memang bila kita berpikiran seperti itu,tapi tahukah siapakah tokoh angklung selain (alm) mang udjo yang kita kenal dengan saung angklung udjonya ..?
Angklung yang kita kenal sekarang kebanyakan yang bernada Diatonis (do re mi) dan hal tersebut adalah kreasi dari seorang Daeng Sutigna yang mungkin kita tidak tahu siapa beliau. Beliau bernama lengkap Mas Daeng Sutigna kelahiran Garut tgl 13 Mei 1908.Nama panggilan kecilnya adalah oetig lalu saat masuk asrama/sekolah biasa dipanggil encle.  Memang sejak kecil beliau memang menggemari Angklung dan setelah lulus dari Kweekschool (1928), Daeng mengajar di Schakel School Cianjur, Jawa Barat (1928-1932), lalu pindah mengajar di HIS Kuningan (1932-1942). Pada saat mengajar di Kuningan inilah ia mempelajari seluk beluk angklung secara lebih mendalam.

            Untuk nama "Daeng" sendiri,biasanya kan dipakai oleh orang makasar atau orang Bugis.Sebenarnya Nama “Daeng” mempunyai riwayatnya tersendiri. Ayahnya mempunyai seorang sahabat dari Makasar yang bergelar Daeng. Daeng dari Makassar ini sangat pandai. Ketika itu ibunya sedang mengandung dan ayahnya berkata bahwa, “Kalau anak yang dilahirkan laki-laki akan diberi nama Daeng, agar pandai seperti sahabatnya itu”. Ketika ibunya benar-benar melahirkan bayi laki-laki, maka bayi itu diberi nama Daeng Sutigna; nama Daeng diambil dari nama seorang sahabat ayahnya yang orang Makassar itu.
Awal mula hati beliau tergerak untuk membuat angklung adalah saat dua orang pengemis datang kerumahnya di Kuningan tahun 1938 dan memainkan angklung pentatonis (da mi na ti la da). Bunyi angklung tersebut membuat hatinya tergetar dan membeli angklung pentatonis tersebut. Ketika angklung pentatonis itu ada di tangannya, pikiranya mulai bekerja dan ingin membuat angklung diatonis. Namun, secara teknis tidak bisa membuat angklung. Untuk mengatasi persoalannya,beliau belajar kepada pakar angklung bernama Djaya.
Setelah bisa membuat angklung,lalu beliau pun berupaya membuat angklung yang bertangga nada diatonis. Bekalnya membuat angklung diatonis berawal dari kepiawaiannya menguasai beberapa alat musik yang berasal dari Barat, seperti gitar dan juga piano.
Daeng Sutigna menganggap angklung diatonis lebih komunikatif untuk diajarkan kepada anak-anak. Kalau angklung tradisional merupakan angklung renteng yang dimainkan oleh seorang saja, maka angklung yang dibuat olehnya dimainkan secara bersama, setiap orang memegang angklung yang membunyikan hanya satu nada saja, harmoni tercapai dengan kerjasama yang rapih
Pada awalnya, permainan angkung ciptaannya hanya dikenal di kalangan anak-anak Pramuka di Kuningan. Selanjutnya, setelah angklung diatonis dikenal di kalangan Pramuka sebagai alat musik yang menyenangkan, akhirnya permainan musik angklung diatonis bisa diterima dan diajarkan di sekolah.
Mendapatkan kesempatan memainkan angklung ciptaannya dalam forum Perundingan Linggarjati pada 12 November 1946, yang saat itu dihadari banyak tokoh asing, baik dari Belanda maupun pihak-pihak lainnya. kembali diminta Presiden Soekarno untuk memainkan pertunjukan angklung tersebut di Istana Negara, Jakarta, dalam acara perpisahan dengan Laksamana Lord Louis Mounbatten, Panglima Tentara Sekutu untuk Asia Tenggara, yang juga hadir dalam acara Perundingan Linggar Jati.
Pada tahun 1955 dalam kesempatan acara Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung. Daeng Sutigna juga diminta membuat konser angklung yang dikreasinya itu. Sejak itu, angklung diatonisnya sering di pertunjukan dalam acara-acara resmi, seperti dalam World Fair di New York, Amerika Serikat (1964), dimana ia memimpin pertunjukan kesenian termasuk angklung di paviliun Indonesia selama 8 bulan. Dilanjutkan dengan mengadakan pertunjukan di Belanda dan Perancis. Tahun 1967, ia mengadakan pertunjukan muhibah berkeliling di berbagai kota di Malaysia.Dan Kita pun sekarang patut berbangga karena angklung telah terdaftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Bangsa pada tahun 2010 lalu dan tak terlepas dari jasa beliau.
Atas jasa-jasanya mengembangkan musik angklung, Daeng Sutigna, yang pernah mendapat tugas belajar Colombo Plan ke Australia (1955-1956) ini, mendapat piagam penghargaan dari Gubernur Jawa Barat (1966), piagam penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta (1968) Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Soeharto (1968), Anugerah Bintang Budaya Parama Dharma (2007) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional dari Jawa Barat dalam bidang seni dan budaya. Daeng Sutigna wafat di Bandung 8 April 1984 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan,Cikutra,Bandung.

C. Udjo Ngalagena
Udjo Ngalagena
Udjo Ngalagena (lahir 5 Maret 1929 – meninggal 3 Mei 2001 pada umur 72 tahun) adalah seniman angklung asal Jawa Barat, Indonesia dan pendiri Saung Angklung Udjo. Ia merupakan anak keenam dari pasangan Wiranta dan Imi. Pada usia antara empat sampai lima tahun, Udjo kecil sudah akrab dengan angklung berlaras pelog dan salendro yang kerap dimainkan di lingkungannya dalam acara mengangkut padi, arak-arak khitanan, peresmian jembatan, dan acara-acara yang melibatkan keramaian massa lainnya.
Berdirinya Saung Angklung Udjo tidak dapat dilepaskan dari peran Udjo Ngalagena (5 Maret 1929 – 3 Mei 2001) sebagai pendiri Saung Angklung Udjo. Bahkan studi tentang Saung Angklung Udjo dapat dikatakan sangat erat kaitannya dengan studi tentang biografi Udjo Ngalagena dan keluarga.
Selain belajar angklung Ia juga mempelajari pencak silat, gamelan dan lagu-lagu daerah dalam bentuk kawih dan tembang. Ia mempelajari lagu-lagu bernada diatonis dari HIS berupa lagu-lagu berbahasa Indonesia dan Belanda. Bakat serta kemampuannya makin berkembang ketika Ia mulai terjun sebagai guru kesenian di beberapa sekolah di Bandung. Untuk mempertajam kemampuannya Ia langsung mendatangi orang yang ahli dalam bidangnya. Teknik permainan kacapi dan lagu-lagu daerah Ia belajar dari Mang Koko. Gamelan Ia pelajari dari Raden Machjar Angga Koesoemadinata, dan untuk angklung do-re-mi (diatonis) Ia dapat bimbingan dari Pak Daeng Soetigna (pencipta angklung bernada Diatonis).
Pengetahuan-pengetahuan tersebut kemudian diolahnya dalam bentuk paket pertunjukan untuk pariwisata dengan mengutamakan materi sajian angklung di sanggarnya (Saung Angklung Udjo). Kehadiran sanggar ini merupakan suatu sarana bagi Udjo untuk dapat mencurahkan jiwa kependidikan yang dimilikinya melalui seni angklung, sekaligus sebagai sarana penyaluran jiwa kewirausahaannya dengan menjual pertunjukan maupun alat musik bambu.
Tamu-tamu luar dan dalam negeri berdatangan setiap sore untuk menikmati sajian pertunjukan kesenian tradisional berkwalitas tinggi khas Jawa Barat, tak jarang mereka selalu ikut larut dalam permainan angklung dan tarian anak-anak belia. Dari mulai Wayang, Tarian dan Angklung mampu membuat takjub para pengunjung untuk datang berkali-kali ke Saung Angklung Udjo. Jiwa entertainer Udjo mampu menyatukan antara kesenian, anak-anak dan lingkungan menjadi sebuah sajian pertunjukan yang harmonis di depan para pengunjungnnya.
Kepiawaian dan keahlian Udjo ternyata menurun kepada para putra-putrinta. Awal tahun 90-an mulailah era putra-putrinya yang meneruskan SAU di bawah bimbingan Udjo sendiri. Karena kondisi kesehatan pun Udjo sudah jarang untuk memimpin sebuah pertunjukan, hanya sesekali apabila sedang sehat Udjo muncul dalam pertunjukan yang dipimpin oleh para putranya sekedar mengucapkan salam ke pada para pengunjung dalam berbagai bahasa (Inggris, Belanda, Prancis, Jerman serta negara lainnya).
Sepeninggal Udjo Ngalagena ( 03 Mei 2001 ) SAU mulai diteruskan oleh para putra - putri. Tak ada yang berubah SAU tetap ramai dikunjungi para touris dalam dan luar negeri, anak-anak masih riang gembira memainkan angklung. Gemuruh tepukan dan senyum kagum penonton masih selalu hadir di setiap akhir pertunjukan.
" What You Are, What Job You Have Choosen, Do It Well, Do It With Love, Without Love, You Are Dead Before You Die " Udjo Ngalagena ( 05/03/1929 – 03/05/2001 ).









1 komentar:

  1. cobalt vs titanium drill bits - The Tech Insider
    For this rocket league titanium white reason, we are aftershokz trekz titanium not saying that the slot game microtouch titanium trim walmart is completely 토토커뮤니티 free. However, if you want to know more about suunto 9 baro titanium cobalt vs titanium slots,

    BalasHapus